YLKI: 35 Persen Bantuan Tunai Dihabiskan untuk Beli Rokok
"Rokok adalah kebutuhan nomor dua setelah beras."
(Antara/ Andika Wahyu)
Campuran Otomotif - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah lebih serius memperhatikan dan mengawasi program Biaya Langsung Sosial Masyarakat (BLSM). Berdasarkan survei YLKI, hampir 35 persen bantuan tersebut justru dihabiskan untuk membeli rokok, bukan kebutuhan pokok.
Hal itu dikatakan Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat ditemui sejumlah awak media usai menjadi dosen tamu di Universitas Gunadarma Depok, Senin 24 Juni 2013.
Tulus mengatakan, BLSM adalah kebijakan pemerintah yang bersifat sangat instan dan hanya menghilangkan masalah dalam waktu singkat.
"Dulu, saat BLT (Bantuan Langsung Tunai) digulirkan, hampir 35 persen masyarakat menghabiskan dana itu untuk membeli rokok dan saya rasa hal itu pun akan sama," ujar Tulus.
Apalagi, kata Tulus, konsumsi rokok di rumah tangga miskin cukup tinggi. "Rokok adalah kebutuhan nomor dua setelah beras, inilah yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah," ucapnya.
YLKI berharap, BLSM yang kini tengah menjadi program serius pemerintah usai menaikkan harga BBM bersubdi, tidak salah sasaran. Langkah pengawasan, kata Tulus, harus dilakukan pemerintah agar programnya berjalan baik.
Program BLSM merupakan kompensasi kepada warga miskin terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah menganggarkan Rp9,3 triliun sebagai dana kompensasi bagi 15,5 juta keluarga miskin. Masing-masing Kepala Keluarga (KK) akan menerima Rp150 ribu per bulan selama empat bulan.
Hal itu dikatakan Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat ditemui sejumlah awak media usai menjadi dosen tamu di Universitas Gunadarma Depok, Senin 24 Juni 2013.
Tulus mengatakan, BLSM adalah kebijakan pemerintah yang bersifat sangat instan dan hanya menghilangkan masalah dalam waktu singkat.
"Dulu, saat BLT (Bantuan Langsung Tunai) digulirkan, hampir 35 persen masyarakat menghabiskan dana itu untuk membeli rokok dan saya rasa hal itu pun akan sama," ujar Tulus.
Apalagi, kata Tulus, konsumsi rokok di rumah tangga miskin cukup tinggi. "Rokok adalah kebutuhan nomor dua setelah beras, inilah yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah," ucapnya.
YLKI berharap, BLSM yang kini tengah menjadi program serius pemerintah usai menaikkan harga BBM bersubdi, tidak salah sasaran. Langkah pengawasan, kata Tulus, harus dilakukan pemerintah agar programnya berjalan baik.
Program BLSM merupakan kompensasi kepada warga miskin terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah menganggarkan Rp9,3 triliun sebagai dana kompensasi bagi 15,5 juta keluarga miskin. Masing-masing Kepala Keluarga (KK) akan menerima Rp150 ribu per bulan selama empat bulan.
Post a Comment